Buat
Ramadhan Kali Ini Membalas Kekalahan Kita
Bulan
menyembunyikan senyumnya yang merekah di malam genap ini.
Tak
seperti malam sebelumnya yang selalu memamerkan pancaran karismatiknya yang
membuat insan ini mengkerut.
Sisa-sisa
hujan masih jelas terasa di serambi masjid Abu Bakar.
Hingga
membuat rok biru yang terbelai angin ini menjadi basah.
Insan
ini terdiam.
Berbalik
badan ke arah luar masjid yang masih ramai oleh anak-anak atau lebih tepatnya
ikhwan dan akhwat yang masih bersendau gurau karena selesai berbuka.
Pemilik
rok biru yang basah ini mulai mengasingkan diri dari teman-temannya.
Entah
apa yang terpikirkan.
Lalu
tersenyum.
Bersyukur
atas seluruh nikmat tak terhingga sampai ia hidup saat ini.
Malam-malam
satuan dan belasan membuatnya jauh dengan Sang Mahasuci.
Dunia
sekuler menjijikkan membelenggu dirinya yang kecil tak berdaya.
Entah
dunia itu yang menjauhkannya dari Sang Pencipta ataukah memang dirinya sendiri
yang sebenarnya menjauhkan diri dari Sang Pemilik Jagad Raya ini.
Urusan-urusan
dunianya membuatnya terlena.
Tak
ingatkah ia dengan Sang Pemberi Kemudahan dalam setiap urusan-urusannya?
Tak
ingatkah ia dengan Sang Pengabul Doa dalam setiap hembusan napas dan detak
jantungnya?
Tak
ingatkah ia dengan Sang Pelindung yang selalu menjaganya dari yang bathil?
Semudah
itukah dunia membalikkan kecintaannya pada Sang Khalik?
Semudah
itukah urusan-urusan dunia membuatnya jauh dengan Sang Pemberi Rizki
ditengah-tengah kesucian bulan yang sangat ditunggu oleh orang-orang shaleh?
Sungguh
dunia telah melenakannya.
Istighfar.
Mimik
wajahnya mulai berubah.
Belaian
angin menambah suasana ambigu antara panas di dalam dirinya dengan dinginnya
petang ini.
Mesranya
suara gemerisik dedaunan berbanding terbalik dengan suasana hatinya.
Pandangannya
masih tertuju pada langit petang yang mendung.
Mati.
Waktu.
Ideologi.
Agama.
Prinsip.
Radikal.
Realistis.
Materialistis.
Sekuler.
Kapitalis.
Dan
sebagainya-dan sebagainya.
Terlalu
banyak waktu yang disia-siakan.
Hingga
akhirnya malah menyalahkan dirinya sendiri karena penyesalan.
Dunia
terlalu munafik untuk termaafkan.
Hingga
akhirnya malah menyalahkan dirinya sendiri karena kesakitan.
Gadis dengan rok biru itu kalah.
Kalah dengan dunianya.
Kalah akan nafsu yang memenjarakannya.
Lantas apa yang harus dilakukannya supaya dia bisa
menang?
Rok
biru yang basah perlahan mulai mengering.
Jilbab
dan baju yang lebih besar dari tubuhnya membuat insan ini tampak lebih kecil
karena baju yang tertiup angin malam.
Namun
apalah arti kecil bila kita dapat melakukan suatu perubahan yang membuat insan
ini besar?
Maka
berkumandanglah adzan isya' yang membuyarkan lamunannya.
Di
sudut matanya yang bebinar tampak seorang berbaju merah bata dengan sarung
kotak-kotak biru berjalan ke arah masjid.
Maka
insan ini menoleh tepat ketika dia mulai melepaskan alas kakinya.
Dan
tepat pada saat itu mereka berdua bertatapan.
Berubah
itu tidak mudah, maka berusahalah.
Berusaha
untuk tetap menjaga akhlaknya sebagai wanita muslim.
Berusaha
untuk memperbaiki dirinya untuk mendapatkan apa yang pantas didapatkannya.
Berusaha
untuk meningkatkan kualitas ibadahnya pada Rabbi untuk tetap istoqamah.
Istiqamah
dalam kebaikan.
Semuanya
adalah cara untuk menemukan diri sendiri.
Maka
saat gadis dengan rok biru ini telah menemukan siapa dirinya yang sebenarnya
dan telah menemukan untuk tujuan apa ia ada di dunia ini, saat itulah ia
mengenal Rabb nya.
Banyak
yang didapatkan oleh insan ini selama sepuluh hari terakhir ini.
Maka
nikmat Allah yang mana yang kamu dustakan?
Istighfar.
Terlalu
banyak kufur tapi sedikit bersyukur.
Bagaimana
bisa kita benar-benar menjadi ummat Nabi jika selama ini tidak menjalankan
sunnah-sunnah beliau?
Maka
laki-laki bijak setengah baya itu malu saat meminta pada Rabbnya untuk
diberikan kesehatan namun pada saat Nabi dan para sahabatnya juga meminta
diberikan kesehatan dan kebaikan namun toh beliau, orang-orang kesayangan
Allah itu pun juga mati.
Laki-laki
bijak setengah baya itu malu pada Allah karena telah banyak meminta namun ia
tak ada apa-apanya dengan Nabi dan para sahabat.
Jika
seperti itu.
Maka
siapalah gadis dengan rok biru ini dimata Rabbnya?
Istighfar.
Maka
insan ini bertekad untuk berubah.
Maka
semua perubahan yang besar berasal dari.
Niat
yang besar.
Keinginan
yang besar.
Mimpi
yang besar.
Dan
kerinduan terhadap Rabbi yang besar.
“Dan
saat ini, kalian layaknya logam. Sebelum dan setelah ditempa namanya akan tetap
logam. Namun ia menjadi berbeda. Lebih berkualitas. Maka kalian memiliki niat
tinggi saat i'tikaf dan setelah i'tikaf kalian akan berubah menjadi lebih baik
seperti apa yang kalian niatkan.”, ucap laki-laki bijak paruh baya itu.
Maka
Yaa Lathiif, ijinkan tahun depan gadis dengan rok biru ini masih bisa menikmati
indahnya Bulan Penuh Berkah, Ramadhan.
Dan
buat gadis dengan rok biru ini menjadi pribadi muslimah yang lebih baik lagi.
Tingkatkan
rasa kecintaannya pada-Mu melebihi apapun yang ada di dunia ini.
Jangan
buat ia terlena dengan dunianya.
Ingatkan
dia dengan akhirat-Mu yang kekal.
Maka
terimalah seluruh ibadah dari insan ini agar ia dapat membalas kekalahannya
yang lalu.
Maka
terdengar iqamah merdu yang dilantunkan muadzin.
Yogyakarta,
27 Ramadhan 1437 H.
-Gadis
Dengan Rok Biru-