Sabtu, 05 Agustus 2017

12

Seorang teman pernah bertanya padaku,
“Apakah kau merindukannya?”
Aku terdiam sejenak.
Berpikir,
Lalu aku tersenyum, meski ia tak melihatku.
Dia bertanya sekali lagi,
“Halo. Apakah kau merindukannya?”
Aku tertawa kecil.
Lalu aku menjawab.
“Saat ini?”
“Ya. Saat ini.”
Dengan cepat dan tanpa berpikir panjang, aku menjawab tegas,
“Tidak.”
Kudengar suaranya di ujung sana yang sedikit terkejap.
“Kenapa?”
Itulah suara yang muncul setelah sepersekian detik kita berdua terdiam.
Lalu beberapa hari kemudian, kami bertemu.
Aku dan seorang temanku itu.
Kami berbicara banyak hal.
Tentang hidup.
Tentang mimpi.
Dan tentang kerinduan.
Dan lagi-lagi, ia menanyakan hal yang sama seperti pada waktu itu.
“Kenapa waktu itu kamu menjawab “tidak merindukannya”?”
Dia bertanya dengan menatap mataku.
Dalam.
Lalu aku mengalihkan pandanganku dari matanya.
Menghindari cairan yang mengancam keluar di balik lensaku.
Aku tertawa kecil.
“Sudah terlalu lama. Dan aku lupa.”
Jawabku.
Kulihat dari sudut mataku, ia masih menatapku.
Aku tak mau kembali menatapnya karena aku tak mau kejadian yang sama terulang kembali.
Ya, kau tahu jawabannya.
Terlalu dini bagi dua orang yang baru bertemu untuk menangis dihadapan salah satunya, bukan?
Sejujurnya, aku tak tahu apa yang harus kujawab.
Belum pernah sebelumnya ada yang menanyakan hal itu kepadaku.
Dan bila pertanyaan itu disampaikannya lagi,
Jawabanku kurang lebih akan seperti ini,
Dua belas tahun bukan waktu yang sebentar untuk mengenang seseorang.
Mengingat wajahnya saja sudah sulit.
Apalagi saat ditanya,
“Apakah kamu merindukannya?”
Jelas, aku sangat merindukannya.
Namun aku bingung,
Apa yang kurindukan dari sosok itu?
Apa yang kuingat dari sosok itu?
Suaranya saja aku sudah lupa.
Namun, beberapa hal masih kuingat.
Meski samar.
Jumat, 5 Agustus 2005.
Itu adalah hari dimana sosok itu pergi.
Meninggalkan semuanya.
Saat itu masih teringat sangat jelas dalam otakku.
Dua belas tahun kami jalani tanpa sosok itu.
Kita baik-baik saja.
Karena Yang-Memanggilnya sangat sayang dengan kami.
Lalu temanku itu membuyarkan lamunanku.
“Kamu harus selalu merindukannya. Setiap waktu.”
Aku tersenyum.
Dan tenggorokanku rasanya tercekat.
Mataku mulai panas.
Dan kupaksakan sedikit tawa dalam wajahku.
Lalu aku menatapnya.

“Ya, aku akan selalu merindukannya.”



♥, L.
Share: