Abis Ini Mau Ngapain?
Well, teman-teman. Sebenernya udah nyiapin tulisan buat momen ini tuh udah l4mAAAAAAAAAAA banget. Tapi, belum nemu judul yang pas. Dan ternyata, kemarin (29/6) tepat di momen itu, terlintas pertanyaan dari temen, “Abis ini mau ngapain Fa?”. Dan jadilah pertanyaan itu sebagai judul di tulisan ini.
Dan disinilah aku, membuang tulisanku kemarin yang udah jadi, dengan tulisan baruku ini. Sebenernya tulisannya ngga terlalu beda jauh sama apa yang aku mau tulis ini. Tapi, ya.. mumpung masih fresh, jadi mari kita mulai saja.
Selamat pagi, teman-teman pembaca Tulisannya Ifa yang budiman dan baik hatinya!
Meskipun bacanya di siang/sore/malem, semoga semangatnya tetep pagi terus. Atau malah mager karena sekarang dingin-dingin terus?
Anyways, pertanyaan “basi” yang muncul saat seseorang sudah menyelesaikan satu dari tahapan hidupnya biasanya apa? Exactly.
“Abis ini mau ngapain?”
Kenapa gitu?
Setiap hidup manusia punya tahapannya.
Kita menjadi manusia, mengalami empat alam:
1. Alam Rahim
2. Alam Dunia
3. Alam Kubur
4. Alam Akhirat
Sedangkan (secara umum) dalam tiap alam itu, tentunya ada tahapannya. I mean, proses.
Kita ambil contoh di Alam Rahim. Di Alam Rahim yang sempit dan gelap ini, kita pertama kali ditiupkan Ruh oleh Allah (source: Q.S Sajdah: 9), abis itu daging, tulang belulang hingga akhirnya menjadi manusia (source: Q.S Al-Mu’minun: 12-14).
Setelah lahir ke dunia, manusia punya tahapan lagi (secara umum, ya, guys). Awalnya bayi, terus masuk TK/PG, terus SD-SMP-SMA-Kuliah/Kerja-Menikah-Punya Anak-Sukses di Karirnya-Tua-Meninggal. Nah, tentu dalam setiap tahapan itu ada prosesnya. Dan proses inilah yang menentukan apakah di alam selanjutnya kita pantas menerima imbalan, atau, malah mendapatkan hukuman.
Jadi, jangan sensi kalau ada yang nanyain “Abis ini mau ngapain?”
Ya karena emang dalam setiap fase kehidupan itu punya tahapan-tahapannya masing-masing.
Misalnya aku sekarang, lahir-TK-SD-SMP-SMK-Kuliah-???
Tiga tanda tanya itu, adalah apa yang orang-orang saat ini tanyakan ke aku.
Dan jawabanku dari pertanyaan mereka adalah, “InsyaAllah mau kerja dulu. Mohon doanya semoga diberikan yang terbaik.” Kalau abis di jawab gini, biasanya ada pertanyaan lanjutan lagi. “Mau kerja dimana?” JENG JEEENGGG!!!
Kalau untuk jawaban itu, secara pribadi, menurutku itu adalah hal yang sensitive. Itulah kenapa sebelumnya, aku jawabnya pakai “Mohon doanya semoga diberikan yang terbaik.”
Kenapa?
Tentu aku punya pilihan/daftar mana aja tempat yang aku pengin dan berniat dan mau untuk bergabung di sana. Dan pilihan itu juga ada daftar prioritas juga, tentunya. Namun, kalau aku jawab nama tempat, biasanya ada sedikit rasa yang rada gimanaaa gitu. Wqwqwq. Tau maksudku ngga? XD yaa intinya gitu lah yaa.
Selain itu, pertanyaan feedback selain “Mau kerja dimana?” adalah “Ngga mau lanjut sekolah lagi?”
Yaaa siapa siiih yang ngga pengin lanjut sekolah lagi? Kayanya sebagian besar orang juga pengin kaya gitu. Tapi kan kita melihat kemampuan dan kemauan yang ada. Dan dua hal itu juga harus seimbang.
Nyempil mau cerita, beberapa waktu yang lalu, abis lebaran kalau ngga salah. Sempet ngobrol sama temen.
Setelah cerita tentang bUAnyAAAAkkk sekali “permasalahan” hidup kita, sampai akhirnya dia nanya, “Kamu masih mau lanjut kuliah, Fa?”
“Hehehe”
“Coba deh, dipikirin kalau sekarang kamu mau kerja dulu. Mau berapa lama? Dua tahun? Abis itu lanjut sekolah dua tahun lagi. Kamu serius? Dua tahun itu bisa bikin karirmu berkembang, kalau mau usaha, dua tahun itu bisa buat merintis dan akhirnya bisa gede (kelak). Kalau mau kerja di perusahaan, dua tahun itu bisa buat kamu jadi orang penting. Sayang waktunya. Jadinya malah buang-buang waktu. Coba di pikir-pikir lagi, deh.”
Setelah perbincangan yang panjang, akhirnya aku jawabnya, “Aku paham dan aku ngerti itu. Nah, ini bedanya aku sama kamu. Kalau menurutku, sekolah lagi tuh ngga ada salahnya dan ngga buang-buang waktu. Soalnya nyari ilmu=berlomba-lomba dalam kebaikan=nyari pahala. Kerja=nyari nafkah=nyari pahala. Sebenernya sama aja, muaranya sama-sama buat mencari ridho nya Gusti. Tapi dengan cara yang berbeda.”
Balik lagi, semua orang punya impiannya masing-masing. Aku, bahkan, sudah menuliskan pencapaian-pencapaian apa yang harus aku raih sampai lima tahun ke depan. Ini sudah ku lakukan mulai awal kuliah. Banyak orang yang menganggap hal itu adalah hal yang ngga penting. But, hey! Mostly I achieved what I wrote there.
Kita ngga akan pernah tahu apa yang akan terjadi kedepannya. Apa yang akan terjadi satu jam lagi, besok, satu minggu ke depan, satu bulan ke depan, satu tahun ke depan, sepuluh tahun ke depan, lima puluh tahun ke depan. Semuanya itu adalah misteri. Tapi kita harus punya target. Mimpi. Kalau ngga punya mimpi, terus mau ngapain? Ngikutin arus? C’mon.
Yang terpenting sekarang adalah, siapin diri kita untuk menghadapi semuanya itu, entah itu akan menemui kegagalan atau bahkan mungkin keberhasilan, kita ngga pernah tau.
Yang terpenting sekarang adalah, siapin diri kita untuk mencapai impian kita, entah itu akan berakhir dengan raihan dari capaian impian kita, atau bahkan ngga mencapai impian kita itu, malah mencapai hal lain yang ngga kita duga-duga.
Karena gagal atau berhasil; adalah apa yang kita pikirkan dan lihat dari sebuah hal. Tergantung bagaimana kita menyikapinya.
Karena mimpi yang tercapai ataupun tidak; adalah apa yang kita lakukan selama berproses untuk mencapai mimpi itu. Bukan hasilnya. Prosesnya itu yang akan dipertanggungjawabkan.
Seperti yang disampaikan guruku waktu pembekalan untuk wisudawan/wati (27/6) “Selama kita berusaha mencapai sesuatu, serahkan semuanya sama Allah. Kita harus berusaha keras, tapi setelah itu harus dikembalikan lagi kepada Allah. Karena muaranya disana. Dan selama ada Dia di hati kita, insyaAllah kita ngga akan kehilangan arah.”
Nah, sekarang, sebagai seorang lulusan baru, tentu aku punya mimpi. Seperti apa yang sudah kusampaikan di atas.
Teman-teman semua juga harus punya mimpi. Biar punya target. Biar punya tujuan. Biar ngga hilang arah.
Jangan takut sama masa depan. Jangan khawatir sama besok-besok. Sebuah analogi, kalau kata Mbah Sudjiwo Tedjo gini:
Kita diberikan akal, buat mikir. Ya di manfaatkan untuk hal-hal yang bermanfaat. Jangan buat mikirin doi terus. Iya kalau doi mikirin kamu, (eh aku ding). Kalau engga? Kan jadinya bertepuk sebelah tangan.
Intermezzo, guys.
Nah, tanggung jawabku sekarang adalah: mengaplikasikan ilmu yang selama ini didapatkan untuk kemaslahatan ummat. Wahahahaha. Berat ya? ya memang. Itulah kenapa kalau abis lulusan, kebanyakan doanya, “Semoga ilmu yang diperoleh selama ini bermanfaat untuk kedepannya.”
Balik lagi, kita semua punya tanggung jawab atas ilmu yang kita punya. Tentu untuk membawa hal-hal yang salah menuju benar. Tentu untuk membuat diri kita, orang-orang terdekat kita, dan masyarakat semakin lebih baik lagi. Karena kita, sebagai manusia di bumi, tugasnya adalah sebagai khalifah (source: Q.S. Al-Baqarah: 30). Karena manfaatnya adalah dalam kehidupan ini, dan tentu, untuk kehidupan setelah di dunia. Karena yang kekal di sana.
Terakhir, sebelum aku tutup, karena kayanya udah panjaaaang banget aku nulisnya. Intinya adalah, jangan sensi kalau ada yang nanyain “Abis ini mau ngapain?” kalau kamu sensi, berarti kamu ngga siap sama ke depannya gimana. Hehehe.
Oh iya, sekalian menyampaikan terima kasih banyak untuk teman-teman semua yang hadir dan/atau memberikan bingkisan dan/atau memberikan doa dan/atau memberikan selamat, terima kasih banyak untuk semuanya. Terima kasih banyak untuk kebaikan-kebaikannya. Semoga Allah merahmati kita semua. Aamiin.
Dan poin yang ingin kusampaikan semoga bisa tersampaikan ke teman-teman pembaca semua.
tl;dr : “Maka apabila kamu telah selesai dari suatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain.” (QS. Al-Insyirah: 7)
Terima kasih banyak untuk teman-teman yang sudah membaca sampai akhir, semoga dapat bermanfaat untuk kita semua. Aamiin.
Sekiaaannn~~~
Sampai bertemu di Tulisannya Ifa yang selanjutnya!
♥,-L.