Rabu, 31 Juli 2019

27



Waktu selalu berjalan maju.

Dan pada masa-masa perjalanan itu, banyak hal yang senantiasa bisa untuk dipelajari.

Tentang perjalanan, sudah barang tentu ditemui jalan yang terjal, lurus, bergelombang, halus, rusak, baik, sedang diperbaiki, dan sebagainya-dan sebagainya.

Dan pada setiap jalan itu, tentu kita menjumpai banyak hal yang memberikan kesan dan melekat pada diri ini sehingga membentuk bagaimana menjalani jalan-jalan ke depan hingga akhirnya tiba di tujuan.

Orang-orang yang ditemui pada persimpangan jalan layaknya orang-orang yang pernah singgah di kehidupan ini.

Rambu-rambu yang ada di perjalanan bak peringatan bagi pengguna jalan.

Untuk berhati-hati,

Untuk berhenti sejenak menghela nafas,

Untuk tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain.

Sehingga saat sampai di tujuan nanti,

Jangan sampai melupakan apa saja yang membuat kita bisa tiba dengan selamat.



TL;DR : Semoga kita semua senantiasa ingat dengan “dasar-dasar” yang membentuk kita selama ini.



-L.
Share:

Minggu, 30 Juni 2019

Tulisannya Ifa - 10

Abis Ini Mau Ngapain? 



Well, teman-teman. Sebenernya udah nyiapin tulisan buat momen ini tuh udah l4mAAAAAAAAAAA banget. Tapi, belum nemu judul yang pas. Dan ternyata, kemarin (29/6) tepat di momen itu, terlintas pertanyaan dari temen, “Abis ini mau ngapain Fa?”. Dan jadilah pertanyaan itu sebagai judul di tulisan ini.

Dan disinilah aku, membuang tulisanku kemarin yang udah jadi, dengan tulisan baruku ini. Sebenernya tulisannya ngga terlalu beda jauh sama apa yang aku mau tulis ini. Tapi, ya.. mumpung masih fresh, jadi mari kita mulai saja.

Selamat pagi, teman-teman pembaca Tulisannya Ifa yang budiman dan baik hatinya!

Meskipun bacanya di siang/sore/malem, semoga semangatnya tetep pagi terus. Atau malah mager karena sekarang dingin-dingin terus?

Anyways, pertanyaan “basi” yang muncul saat seseorang sudah menyelesaikan satu dari tahapan hidupnya biasanya apa? Exactly.

“Abis ini mau ngapain?”

Kenapa gitu?

Setiap hidup manusia punya tahapannya.

Kita menjadi manusia, mengalami empat alam:

1. Alam Rahim

2. Alam Dunia

3. Alam Kubur

4. Alam Akhirat

Sedangkan (secara umum) dalam tiap alam itu, tentunya ada tahapannya. I mean, proses.

Kita ambil contoh di Alam Rahim. Di Alam Rahim yang sempit dan gelap ini, kita pertama kali ditiupkan Ruh oleh Allah (source: Q.S Sajdah: 9), abis itu daging, tulang belulang hingga akhirnya menjadi manusia (source: Q.S Al-Mu’minun: 12-14).

Setelah lahir ke dunia, manusia punya tahapan lagi (secara umum, ya, guys). Awalnya bayi, terus masuk TK/PG, terus SD-SMP-SMA-Kuliah/Kerja-Menikah-Punya Anak-Sukses di Karirnya-Tua-Meninggal. Nah, tentu dalam setiap tahapan itu ada prosesnya. Dan proses inilah yang menentukan apakah di alam selanjutnya kita pantas menerima imbalan, atau, malah mendapatkan hukuman.

Jadi, jangan sensi kalau ada yang nanyain “Abis ini mau ngapain?”

Ya karena emang dalam setiap fase kehidupan itu punya tahapan-tahapannya masing-masing.

Misalnya aku sekarang, lahir-TK-SD-SMP-SMK-Kuliah-???

Tiga tanda tanya itu, adalah apa yang orang-orang saat ini tanyakan ke aku.

Dan jawabanku dari pertanyaan mereka adalah, “InsyaAllah mau kerja dulu. Mohon doanya semoga diberikan yang terbaik.” Kalau abis di jawab gini, biasanya ada pertanyaan lanjutan lagi. “Mau kerja dimana?” JENG JEEENGGG!!!

Kalau untuk jawaban itu, secara pribadi, menurutku itu adalah hal yang sensitive. Itulah kenapa sebelumnya, aku jawabnya pakai “Mohon doanya semoga diberikan yang terbaik.”

Kenapa?

Tentu aku punya pilihan/daftar mana aja tempat yang aku pengin dan berniat dan mau untuk bergabung di sana. Dan pilihan itu juga ada daftar prioritas juga, tentunya. Namun, kalau aku jawab nama tempat, biasanya ada sedikit rasa yang rada gimanaaa gitu. Wqwqwq. Tau maksudku ngga? XD yaa intinya gitu lah yaa.

Selain itu, pertanyaan feedback selain “Mau kerja dimana?” adalah “Ngga mau lanjut sekolah lagi?”

Yaaa siapa siiih yang ngga pengin lanjut sekolah lagi? Kayanya sebagian besar orang juga pengin kaya gitu. Tapi kan kita melihat kemampuan dan kemauan yang ada. Dan dua hal itu juga harus seimbang.

Nyempil mau cerita, beberapa waktu yang lalu, abis lebaran kalau ngga salah. Sempet ngobrol sama temen.

Setelah cerita tentang bUAnyAAAAkkk sekali “permasalahan” hidup kita, sampai akhirnya dia nanya, “Kamu masih mau lanjut kuliah, Fa?”

“Hehehe”

“Coba deh, dipikirin kalau sekarang kamu mau kerja dulu. Mau berapa lama? Dua tahun? Abis itu lanjut sekolah dua tahun lagi. Kamu serius? Dua tahun itu bisa bikin karirmu berkembang, kalau mau usaha, dua tahun itu bisa buat merintis dan akhirnya bisa gede (kelak). Kalau mau kerja di perusahaan, dua tahun itu bisa buat kamu jadi orang penting. Sayang waktunya. Jadinya malah buang-buang waktu. Coba di pikir-pikir lagi, deh.”

Setelah perbincangan yang panjang, akhirnya aku jawabnya, “Aku paham dan aku ngerti itu. Nah, ini bedanya aku sama kamu. Kalau menurutku, sekolah lagi tuh ngga ada salahnya dan ngga buang-buang waktu. Soalnya nyari ilmu=berlomba-lomba dalam kebaikan=nyari pahala. Kerja=nyari nafkah=nyari pahala. Sebenernya sama aja, muaranya sama-sama buat mencari ridho nya Gusti. Tapi dengan cara yang berbeda.”



Balik lagi, semua orang punya impiannya masing-masing. Aku, bahkan, sudah menuliskan pencapaian-pencapaian apa yang harus aku raih sampai lima tahun ke depan. Ini sudah ku lakukan mulai awal kuliah. Banyak orang yang menganggap hal itu adalah hal yang ngga penting. But, hey! Mostly I achieved what I wrote there.

Kita ngga akan pernah tahu apa yang akan terjadi kedepannya. Apa yang akan terjadi satu jam lagi, besok, satu minggu ke depan, satu bulan ke depan, satu tahun ke depan, sepuluh tahun ke depan, lima puluh tahun ke depan. Semuanya itu adalah misteri. Tapi kita harus punya target. Mimpi. Kalau ngga punya mimpi, terus mau ngapain? Ngikutin arus? C’mon.

Yang terpenting sekarang adalah, siapin diri kita untuk menghadapi semuanya itu, entah itu akan menemui kegagalan atau bahkan mungkin keberhasilan, kita ngga pernah tau.

Yang terpenting sekarang adalah, siapin diri kita untuk mencapai impian kita, entah itu akan berakhir dengan raihan dari capaian impian kita, atau bahkan ngga mencapai impian kita itu, malah mencapai hal lain yang ngga kita duga-duga.

Karena gagal atau berhasil; adalah apa yang kita pikirkan dan lihat dari sebuah hal. Tergantung bagaimana kita menyikapinya.

Karena mimpi yang tercapai ataupun tidak; adalah apa yang kita lakukan selama berproses untuk mencapai mimpi itu. Bukan hasilnya. Prosesnya itu yang akan dipertanggungjawabkan.

Seperti yang disampaikan guruku waktu pembekalan untuk wisudawan/wati (27/6) “Selama kita berusaha mencapai sesuatu, serahkan semuanya sama Allah. Kita harus berusaha keras, tapi setelah itu harus dikembalikan lagi kepada Allah. Karena muaranya disana. Dan selama ada Dia di hati kita, insyaAllah kita ngga akan kehilangan arah.”



Nah, sekarang, sebagai seorang lulusan baru, tentu aku punya mimpi. Seperti apa yang sudah kusampaikan di atas.

Teman-teman semua juga harus punya mimpi. Biar punya target. Biar punya tujuan. Biar ngga hilang arah.

Jangan takut sama masa depan. Jangan khawatir sama besok-besok. Sebuah analogi, kalau kata Mbah Sudjiwo Tedjo gini:





Kita diberikan akal, buat mikir. Ya di manfaatkan untuk hal-hal yang bermanfaat. Jangan buat mikirin doi terus. Iya kalau doi mikirin kamu, (eh aku ding). Kalau engga? Kan jadinya bertepuk sebelah tangan.



Intermezzo, guys.



Nah, tanggung jawabku sekarang adalah: mengaplikasikan ilmu yang selama ini didapatkan untuk kemaslahatan ummat. Wahahahaha. Berat ya? ya memang. Itulah kenapa kalau abis lulusan, kebanyakan doanya, “Semoga ilmu yang diperoleh selama ini bermanfaat untuk kedepannya.”



Balik lagi, kita semua punya tanggung jawab atas ilmu yang kita punya. Tentu untuk membawa hal-hal yang salah menuju benar. Tentu untuk membuat diri kita, orang-orang terdekat kita, dan masyarakat semakin lebih baik lagi. Karena kita, sebagai manusia di bumi, tugasnya adalah sebagai khalifah (source: Q.S. Al-Baqarah: 30). Karena manfaatnya adalah dalam kehidupan ini, dan tentu, untuk kehidupan setelah di dunia. Karena yang kekal di sana.



Terakhir, sebelum aku tutup, karena kayanya udah panjaaaang banget aku nulisnya. Intinya adalah, jangan sensi kalau ada yang nanyain “Abis ini mau ngapain?” kalau kamu sensi, berarti kamu ngga siap sama ke depannya gimana. Hehehe.



Oh iya, sekalian menyampaikan terima kasih banyak untuk teman-teman semua yang hadir dan/atau memberikan bingkisan dan/atau memberikan doa dan/atau memberikan selamat, terima kasih banyak untuk semuanya. Terima kasih banyak untuk kebaikan-kebaikannya. Semoga Allah merahmati kita semua. Aamiin.



Dan poin yang ingin kusampaikan semoga bisa tersampaikan ke teman-teman pembaca semua.



tl;dr : “Maka apabila kamu telah selesai dari suatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain.” (QS. Al-Insyirah: 7)



Terima kasih banyak untuk teman-teman yang sudah membaca sampai akhir, semoga dapat bermanfaat untuk kita semua. Aamiin.

Sekiaaannn~~~

Sampai bertemu di Tulisannya Ifa yang selanjutnya!



♥,
-L.

Share:

Jumat, 31 Mei 2019

26



Malam ini aku pulang dengan peluh penuh kekecewaan.

Kulipat lengan bajuku,

Sambil menatap nanar kendaraan yang berlalu-lalang di depanku.

Malam ini,

Di bawah pancaran lampu kuning—atau oranye?

Aku melihat kekalahan ku jauh di ujung jalan sana.

Malam ini,

Di bawah balutan mendung—sungguh aku merindukan bulan akhir-akhir ini.

Langit melihatku seakan ia mengerti apa yang terjadi padaku.

Aku pernah berjuang pada saat itu.

Aku pernah berharap banyak pada saat itu.

Namun kini, kesemuanya seperti asap kendaraan bermotor di depanku yang lalu tiba-tiba menguap menjadi gumpalan awan hitam yang menutupi langitku.

Kulangkahkan kakiku.

Aku menatap kosong jalan trotoar di depanku.

Mataku panas.

Oh tidak,

Ia mengeluarkan cairan.

Segera kuusap cairan itu sebelum ia membasahi pipiku.

Aku mengaduh,

Aku bertanya-tanya.

Kurangkah usahaku selama ini?

Kurangkah do’aku selama ini?

Kurangkah kebaikan-kebaikan yang kulakukan selama ini?

Ataukah kesemuanya tertutup dengan dosa-dosa kecilku yang tak terasa telah menggunung?

Ataukah kesemuanya menghilang seiring dengan banyaknya kesombongan-kesombongan yang tak terasa sering kali kulakukan tanpa aku menyadarinya?

Cairan ini tak terbendung.

Aku terisak.

Aku menunduk.

Aku tak kuasa berdiri.

Aku kalah dengan diriku sendiri.




-L.
Share:

Selasa, 30 April 2019

25

Kita adalah jalan sepanjang 268 kilometer membentang diantara pulau jawa.
Kita adalah malam bertabur bintang dan pagi berselimut kabut.
Kamu adalah udara dingin di puncak pulau jawa,
Dan aku adalah gerimis yang merintik di bukit pulau jawa.

Kita adalah sepasang jalan menuju danau di pegunungan itu.
Kita adalah gumpalan awan hitam yang melangit.
Kamu adalah jeruk yang manis,
Dan aku adalah apel yang manis.

Kita adalah sebuah perjalanan yang menjadi memori.
Kita adalah sebuah perjuangan yang menjadi abadi.
Kamu adalah air yang mengalir di jalanan menurun yang kita lalui.
Yang aku relakan untuk pergi, bermuara pada tempatmu seharusnya.
Dan aku harus melepaskanmu seperti air danau yang menguap dihisap awan di siang yang memanas.

19 Maret 2019.
Share:

Minggu, 31 Maret 2019

24


sejak aku menginjakkan kakiku di tempat ini, semuanya seketika menyatu.
sejak aku melangkahkan kakiku di jalan ini, semuanya seketika memperhatikanku.
hari ini, aku kembali lagi ke tempat ini setelah bertahun-tahun meninggalkannya.
kusapa anak pemilik rumah ini, yang sungguh, aku mengenalnya dengan amat baik.
ia lupa denganku.
kuperkenalkan diriku, lalu mempersilakanku masuk untuk menemui sosok pemilik rumah yang kucari.
aku masuk, mengucapkan salam.
lalu kudapati sebuah ruangan kecil, di samping ruanganku dulu.
ruang yang menjadi saksi bisu perjalananku selama tiga tahun.
ruang yang menjadi rumah keduaku selama tiga tahun.
ruang yang menjadi tempatku kembali.
di dalam ruangan kecil itu, sosok yang kucari sedang duduk di atas tempat tidur.
seketika aku tercekat.
dadaku sesak.
mataku panas.
(dan saat aku menuliskan ini, air mataku jatuh. tak dapat terbendung.)
kupaksakan sebuah senyum.
ku tarik ujung bibirku agar membentuk senyuman yang tulus.
untuk beberapa detik, aku kembali tersadar.
kuperkenalkan diriku kembali, berjaga-jaga jikalau sosok itu tidak mengenaliku.
"Aku ingat."
katanya.
tubuhnya semakin kurus.
kuberikan tanganku.
ia sulit menjabat tanganku.
semua kenangan baik tentang kita pada masa itu seketika menghampiriku.
aku bertanya basa-basi kepadanya.
selama kami berbincang, ia menghindari kontak mata denganku.
hatiku semakin sakit.
nafasku mulai sulit.
sepuluh menit waktu berjalan, rasanya seperti mengembalikan segala kenangan kami selama tiga tahun bersama.
aku mengenali tempat itu dengan baik.
aku mengenali sosok itu dengan cukup baik.
dan saat ini,
aku hanya ingin menangis.
tapi aku harus tetap terlihat ceria di matanya.
dalam detik selanjutnya, kuputuskan untuk mengundurkan diri dari hadapannya.
kuberikan tanganku, kuucapkan salam padanya.
saat aku berada di ujung pintu, ia memanggilku.
menanyakan sesuatu padaku.
aku tertawa.
---terpaksa tertawa, lebih tepatnya.


aku melangkahkan kakiku keluar dari rumah itu.
banyak yang tertinggal disana.
banyak yang membuatku selalu ingin menangis disana.


cepat sembuh, Pak.
maaf karena Ifa baru sempat menemuimu.


-L.
Share:

Kamis, 28 Februari 2019

23



Aku berjalan.

Menyusuri kenangan yang ternyata sudah enam tahun lamanya ia merangkak.

Menuju sebuah kebahagiaan?

Entahlah.

Yang pasti ia membawaku hingga ke titik ini.

Saat dimana tangisan dan segala macam kepedihannya adalah temanku sehari-hari.

Jauh.

Sepi.

Sendiri.

Lalu menghilang.

Membawa dua-tiga hal yang aku yakini sebagai pertanda bahwa aku pernah menangis dan terbawa di jalan ini.

Kuucapkan terima kasih untuk segala luka dan kepedihan yang pernah ada.

Aku benar-benar mencintaimu,

Dengan sepenuh hatiku.



Selasa, 26 Februari 2019.
Share:

Rabu, 20 Februari 2019

Tulisannya Ifa - 9



Halo, teman-temaan! Sebenernya mau unggah tulisan ini akhir bulan nanti. Tapi, karena kelamaan, jadinya diunggah hari ini.

Oke, kebanyakan dari kalian yang baca ini, mesti baca caption di postingan terbaruku di Instagram.

Yak, kali ini, aku mau ngebahas tentang #bijakberplastik.

Sebenernya mau bahas ini sejak Bulan Juni tahun lalu. Karena data-data yang dibutuhkan kurang (ciee. Karena emang waktu itu pengin nulis yang rada-rada ilmiah dikit. Ngga cuma curhatan aja. Hahaha.), akhirnya memutuskan untuk: yaudah deh. Ngga usah aja.

Nah, karena saat ini diberikan kesempatan untuk speak up, kuberanikan diri untuk memposting tulisanku ini. Sebenernya ini lebih ke sharing aja sih. Sebelumnya, tulisan ini di buat untuk mengajak kita semua untuk lebih peka dengan lingkungan, sih. Dan, ini tidak ada endorse atau bayaran atas tulisanku yaa. Hahahaha.

Jadi, #bijakberplastik adalah sebuah gerakan dari perusahaan air mineral AQUA untuk meminimalisir plastic. Baru-baru ini, AQUA meluncurkan kemasan barunya yang dimana, kemasan itu diproduksi dari botol bekas. Maksudnya adalah, mereka mendaur ulang botol-botol plastik yang sudah tidak terpakai, untuk selanjutnya di produksi menjadi kemasan yang baru. KEREN! Salute sama AQUA yang sudah memulai gerakan ini.

Nah kenapa kok aku pakai tagar #bijakberplastik untuk memulai “kampanye” pengurangan sampah plastik? Sebenernya alasannya simpel, karena suka. #bijakberplastik memang terkesan bijak. Dan itu bagus. Makanya aku suka. Wqwq. Selain itu, setahuku, tagar untuk “kampanye” pengurangan sampah plastik, baru ada #bijakberplastik. Atau.. ada yang lebih dulu? Kalau iya, kasih tau aku yaa. Hehehe.

Seperti yang kutuliskan di caption postingan terbaruku di Instagram, kita ngga bisa cuma “buang sampah di tempatnya” aja, lalu bisa menyelamatkan dunia. Karena, akan percuma juga bila kita ngga ada aksi buat mengurangi sampah plastik. Dan seperti yang kita semua tau, proses pengurangan sampah plastik pun juga ngga cepet, makanya butuh kerjasama dari seluruh orang, seluruh masyarakat, seluruh pribadi, untuk lebih “peka” kepada lingkungan.

Mungkin sebagian temen-temen udah pada tau perihal ini, namun bagi teman-teman kita yang tidak terlalu peduli dengan ini, mungkin hanya terlihat “halah opo, rak penting.” Jadi, yuk kita semua kasih tau ke temen-temen, sodara, buat ngga buang sampah sembarangan dan belajar untuk mengurangi sampah plastik.

Dan seperti yang kita semua tau juga, Indonesia menempati peringkat kedua dunia untuk “permasalahan” sampah plastik yang ditemukan di laut. Karena memang sebenarnya isu ini sudah lama sekali ada.

Jadi, teman-teman. Yuk, kita mulai untuk mengurangi sampah plastik. Beberapa hal yang paaaliiinggg mudah dilakukan adalah:

1. Kurangi penggunaan sedotan plastik dengan sedotan sjw (wahahaha, sjw :)))))) ).

2. Kurangi penggunaan kantung plastik dengan bawa dan pakai tas kain atau tote bag yang bisa dipakai berkali-kali.

3. Bawa botol minum sendiri. Sekarang banyak tempat yang menyediakan refill minum, kan?

Nah, mungkin segitu dulu tulisanku kali ini. Temen-temen bisa baca artikel-artikel lain yang memuat tentang “kondisi” sampah plastik di negeri kita tercinta.

Jangan sampai apa yang kita makan, adalah apa yang kita buang.

Hehe. Paham ngga? Wqwqwq. :p



Terima kasih banyak untuk kalian yang udah baca sampai akhir. Huhuhu aku terharu :p (PADAHAL MAH NGGA TAU ADA YANG BACA ATAU ENGGA. HAHAHAHAHAHAH)

Oiya, rencananya aku mau bikin buku, nih. Draft nya sih antologi prosaa. Hahaha. Tapi, belum nemu judul yang pas. Nah, buat kalian teman-temanku yang baik hatinya dan terbuka pikirannya :p, aku mau minta usulan kalian dong, enaknya judul buku ku apa ya? Hehehe. Bisa kontak aku lewat email di thawafani15@gmail.com yaaahh!! Atau di akun medsos ku juga boleeh. Hehee. Makasiiihhh!!


sampai bertemu lagi di Tulisannya Ifa yang selanjutnyaaa!!



♥,
-L.
Share:

Kamis, 31 Januari 2019

22

Suatu hari di Bulan September 2017.



Terik matahari di pertengahan bulan itu membuat kulit kami terbakar.
Terlebih saat ini kami sedang berada di atas tebing menuju sebuah pantai yang cukup indah.
Kami harus turun, melewati anak tangga yang sungguh licin.
Meskipun saat ini matahari sedang terik-teriknya.
Kusaksikan pantai laut selatan memantulkan cahaya matahari dengan begitu gagahnya.
Meleburkan gumpalan awan putih dan buih di lautan dengan deburannya hingga membuat mereka mengalah dengan mudahnya oleh pesona lautan dan sang surya.
Deburan ombak berpadu dengan angin yang cukup kencang membuat jilbabku harus kutahan agar tidak kemana-mana.
Sungguh, ini indah sekali.

Sesampainya di pantai, aku duduk di bawah pohon—aku tak tahu namanya—tepat beberapa langkah dari bibir pantai yang penuh bebatuan.
Kulihat sepasang kekasih duduk berdua, jauh di sebelah kananku.
Namun aku masih bisa melihat mereka sedang berangkulan.
Ya.
Pantai ini cukup sepi.
Hanya ada empat orang disini.
Atau sebenarnya ada lebih dari kami, namun aku tak melihatnya.
Kusaksikan dirinya berjalan mendekati pantai dengan bebatuan dan karang yang menjulang ke atas seakan menantang mega.
Sementara aku membeku—masih di bawah pohon itu.

Matahari sudah condong ke barat saat kami melanjutkan perjalanan.
Kuperhatikan semburat kuning-oranye-melebur dengan birunya langit-di atas kepalaku.
Sampai di tempat istirahat, kulepas sepatuku, kudapati ia merengek untuk digantikan dengan yang baru.
Hhh.
Perjalanan waktu itu benar-benar melelahkan hingga membuat ia melepaskan diri dari sol-nya.
Baiklah, Sayang, kamu perlu istirahat.
Sudah bertahun-tahun kamu menemani perjalananku.

Pukul delapan malam, kami meninggalkan daerah itu dengan sejuta kenangan yang tertinggal.

Hanya angin malam dan suara deburan ombak dan asap kendaraan dan keringat yang masih tertinggal dan terbawa hingga kami pulang.

Suatu hari di Bulan September 2017, yang akan ku kenang sebagai hari dimana semesta sungguh memanjakan kami dengan teriknya matahari dan sepoi angin di tanah gersang ini.


-L.
Share: