Ini
bukan tentang pena yang ditinggalkan begitu saja oleh penulisnya.
Ini
juga bukan tentang dompet yang tiba-tiba kehilangan isinya.
Ini
adalah tentang pengorbanan.
Pengorbanan
yang tidak dihargai.
Pencapaian
yang sama sekali diabaikan.
Bahkan
dilirik pun tidak.
Semuanya
yang dilakukan hanya seperti angin lalu.
Tapi
semuanya berbeda ketika dia mulai menyapaku. Apapun yang kulakukan terasa
benar, meskipun sebenarnya salah. Munafik memang. Tapi aku bahagia. Bahagia
bila dia memujiku. Bahagia ketika dia tersenyum padaku. Sesederhana itu. Aku
memang mudah bahagia. Bila itu dengannya. Bahkan cacian pun terasa seperti
pujian bila itu ia yang melakukannya. Ironis memang. Ya. Aku mengakuinya.
Tapi
pengakuanku selalu salah dimatanya.
Pengakuanku
tidak akan berarti jika itu padanya.
Lelah.
Tapi
aku menikmatinya. Entah sampai kapan aku akan selalu begini. Ada yang tahu?
Kurasa hanya Sang-Pemilik-Jagad-Raya-lah yang tahu tentang semuanya.
Ini
bukan tentang induk merpati yang selalu memberi
makan anak-anaknya.
Ini
juga bukan tentang semut yang selalu bersama.
Ini
adalah tentang pengharapan.
Harapan
yang sama sekali tidak bisa dijamah.
Harapan
yang sama sekali tidak bisa dijadikan acuan untuk tetap bertahan hidup.
Tapi bukankah
setiap orang berhak untuk berharap? Berharap tentang apapun. Walaupun
kemungkinan terwujudnya harapan itu hanyalah nol koma sekian persen.
Termasuk
ketika aku berharap untuk selalu bisa bersamamu. Dalam keadaan seperti apapun.
Bolehkah
aku berharap Sang-Pemilik-Jagad-Raya-ini menyatukan kau dan aku kemudian
menjadi kita lalu menjadi satu?
Bolehkah
aku berharap hanya aku yang selalu bisa membuatmu tertawa semanis itu?
Bolehkah
aku berharap hanya aku yang dapat melihat tangismu dan melepaskan semua penat
dari dalam dirimu?
Karena
aku hanya bisa berharap, maka aku akan selalu berharap.
Mungkin
kau akan bertanya, “Mengapa tidak kau coba saja, berkata padanya bagaimana
perasaanmu dari hati yang terdalam terhadapnya?”
Maka
aku akan menjawab, “Siapalah aku dimatanya. Seperti yang penyair itu bilang,
aku hanyalah sebuah partikel debu bahkan dimatanya pun aku tak terlihat.
Sekecil itu. Walaupun dia “selalu bersama”ku, tetap saja aku dipandangnya
seperti figuran dalam hidupnya. Bisakah aku menjadi pemeran utamanya?”
Tak apa
aku akan seperti ini, asalkan dia tetap memujiku, asalkan dia tetap mencaciku,
asalkan dia tetap tersenyum. Walaupun tidak tersenyum padaku.
Maka
aku akan diam, memendam perasaan yang aku kubur lama-lama. Entah sampai kapan.
Maka
aku akan berharap, mengharapkan sesuatu yang tak pasti.
Lalu,
mungkin kau akan bertanya, “Kenapa tidak kau lupakan dirinya untuk mencintai
orang lain?”
Lalu,
maka aku akan menjawab, “Aku tidak yakin apakah ini cinta atau tidak. Karena
aku tidak tahu apakah definisi cinta yang sebenarnya.”
Lalu
aku berpikir tentang cinta.
Apa itu
cinta?
Apakah
sebuah tempat dimana kita bisa pulang kapan saja?
Apakah
sebuah dimensi waktu dimana kita bisa mendapatkannya kapanpun?
Apakah
sebuah aspek dimana kita bisa merasakan berbagai perasaan yang
bercampur-campur?
Apakah
sesosok makhluk yang bisa membuat diri ini tidak keruan?
Apakah
sebuah sebab mengapa kita diciptakan berpasang-pasang oleh Sang-Pemberi-Cinta?
Ataukah
ini sebuah alasan bagaimana individu-individu berjuang untuk hal yang tak
pasti?
Yang
jelas, apapun itu. Aku hanya ingin satu : bahagia.
Entah
itu bersamanya atau tidak.
Entah
itu disini atau disana.
Aku tak
peduli.
Karena Dia
telah menciptakan hal yang pasti akan membuatku sangat bahagia. Sangat amat
bahagia.
♥, L.
♥, L.
0 komentar:
Posting Komentar