Selasa, 05 Juli 2016

6


Buat Ramadhan Kali Ini Membalas Kekalahan Kita

Bulan menyembunyikan senyumnya yang merekah di malam genap ini.
Tak seperti malam sebelumnya yang selalu memamerkan pancaran karismatiknya yang membuat insan ini mengkerut.
Sisa-sisa hujan masih jelas terasa di serambi masjid Abu Bakar.
Hingga membuat rok biru yang terbelai angin ini menjadi basah.
Insan ini terdiam.
Berbalik badan ke arah luar masjid yang masih ramai oleh anak-anak atau lebih tepatnya ikhwan dan akhwat yang masih bersendau gurau karena selesai berbuka.
Pemilik rok biru yang basah ini mulai mengasingkan diri dari teman-temannya.
Entah apa yang terpikirkan.
Lalu tersenyum.
Bersyukur atas seluruh nikmat tak terhingga sampai ia hidup saat ini.
Malam-malam satuan dan belasan membuatnya jauh dengan Sang Mahasuci.
Dunia sekuler menjijikkan membelenggu dirinya yang kecil tak berdaya.
Entah dunia itu yang menjauhkannya dari Sang Pencipta ataukah memang dirinya sendiri yang sebenarnya menjauhkan diri dari Sang Pemilik Jagad Raya ini.
Urusan-urusan dunianya membuatnya terlena.
Tak ingatkah ia dengan Sang Pemberi Kemudahan dalam setiap urusan-urusannya?
Tak ingatkah ia dengan Sang Pengabul Doa dalam setiap hembusan napas dan detak jantungnya?
Tak ingatkah ia dengan Sang Pelindung yang selalu menjaganya dari yang bathil?
Semudah itukah dunia membalikkan kecintaannya pada Sang Khalik?
Semudah itukah urusan-urusan dunia membuatnya jauh dengan Sang Pemberi Rizki ditengah-tengah kesucian bulan yang sangat ditunggu oleh orang-orang shaleh?
Sungguh dunia telah melenakannya.
Istighfar.
Mimik wajahnya mulai berubah.
Belaian angin menambah suasana ambigu antara panas di dalam dirinya dengan dinginnya petang ini.
Mesranya suara gemerisik dedaunan berbanding terbalik dengan suasana hatinya.
Pandangannya masih tertuju pada langit petang yang mendung.
Mati.
Waktu.
Ideologi.
Agama.
Prinsip.
Radikal.
Realistis.
Materialistis.
Sekuler.
Kapitalis.
Dan sebagainya-dan sebagainya.
Terlalu banyak waktu yang disia-siakan.
Hingga akhirnya malah menyalahkan dirinya sendiri karena penyesalan.
Dunia terlalu munafik untuk termaafkan.
Hingga akhirnya malah menyalahkan dirinya sendiri karena kesakitan.
Gadis dengan rok biru itu kalah.
Kalah dengan dunianya.
Kalah akan nafsu yang memenjarakannya.
Lantas apa yang harus dilakukannya supaya dia bisa menang?
Rok biru yang basah perlahan mulai mengering.
Jilbab dan baju yang lebih besar dari tubuhnya membuat insan ini tampak lebih kecil karena baju yang tertiup angin malam.
Namun apalah arti kecil bila kita dapat melakukan suatu perubahan yang membuat insan ini besar?
Maka berkumandanglah adzan isya' yang membuyarkan lamunannya.
Di sudut matanya yang bebinar tampak seorang berbaju merah bata dengan sarung kotak-kotak biru berjalan ke arah masjid.
Maka insan ini menoleh tepat ketika dia mulai melepaskan alas kakinya.
Dan tepat pada saat itu mereka berdua bertatapan.
Berubah itu tidak mudah, maka berusahalah.
Berusaha untuk tetap menjaga akhlaknya sebagai wanita muslim.
Berusaha untuk memperbaiki dirinya untuk mendapatkan apa yang pantas didapatkannya.
Berusaha untuk meningkatkan kualitas ibadahnya pada Rabbi untuk tetap istoqamah.
Istiqamah dalam kebaikan.
Semuanya adalah cara untuk menemukan diri sendiri.
Maka saat gadis dengan rok biru ini telah menemukan siapa dirinya yang sebenarnya dan telah menemukan untuk tujuan apa ia ada di dunia ini, saat itulah ia mengenal Rabb nya.
Banyak yang didapatkan oleh insan ini selama sepuluh hari terakhir ini.
Maka nikmat Allah yang mana yang kamu dustakan?
Istighfar.
Terlalu banyak kufur tapi sedikit bersyukur.
Bagaimana bisa kita benar-benar menjadi ummat Nabi jika selama ini tidak menjalankan sunnah-sunnah beliau?
Maka laki-laki bijak setengah baya itu malu saat meminta pada Rabbnya untuk diberikan kesehatan namun pada saat Nabi dan para sahabatnya juga meminta diberikan kesehatan dan kebaikan namun toh beliau, orang-orang kesayangan Allah itu pun juga mati.
Laki-laki bijak setengah baya itu malu pada Allah karena telah banyak meminta namun ia tak ada apa-apanya dengan Nabi dan para sahabat.
Jika seperti itu.
Maka siapalah gadis dengan rok biru ini dimata Rabbnya?
Istighfar.
Maka insan ini bertekad untuk berubah.
Maka semua perubahan yang besar berasal dari.
Niat yang besar.
Keinginan yang besar.
Mimpi yang besar.
Dan kerinduan terhadap Rabbi yang besar.
“Dan saat ini, kalian layaknya logam. Sebelum dan setelah ditempa namanya akan tetap logam. Namun ia menjadi berbeda. Lebih berkualitas. Maka kalian memiliki niat tinggi saat i'tikaf dan setelah i'tikaf kalian akan berubah menjadi lebih baik seperti apa yang kalian niatkan.”, ucap laki-laki bijak paruh baya itu.
Maka Yaa Lathiif, ijinkan tahun depan gadis dengan rok biru ini masih bisa menikmati indahnya Bulan Penuh Berkah, Ramadhan.
Dan buat gadis dengan rok biru ini menjadi pribadi muslimah yang lebih baik lagi.
Tingkatkan rasa kecintaannya pada-Mu melebihi apapun yang ada di dunia ini.
Jangan buat ia terlena dengan dunianya.
Ingatkan dia dengan akhirat-Mu yang kekal.
Maka terimalah seluruh ibadah dari insan ini agar ia dapat membalas kekalahannya yang lalu.
Maka terdengar iqamah merdu yang dilantunkan muadzin.

Yogyakarta, 27 Ramadhan 1437 H.



-Gadis Dengan Rok Biru-

Share:

Kamis, 18 Februari 2016

5








Lagi-lagi cinta adalah hal yang berliku

Sama sekali tak menggembirakan tapi membuat candu

Kau

Pun

Aku

Kau, menggenggam dunia di tanganmu

Aku, menggenggam angin di tanganku

Kau, memiliki bintang di matamu

Aku, memiliki kunang-kunang di mataku

Dan kau, mampu membuat orang-orang di sekitarmu malu karena iri jika melihatmu

Maka aku, dapat membuat orang lain malu karena melihatku yang begitu pantas untuk dipeluk

Namun itu hanya khayalanku

Tapi ada satu kekuranganmu

Kau memang bisa menggenggam dunia, tapi kau tak bisa menggenggam hatiku

Karena aku bukanlah bagian dari duniamu

Aku adalah yang dapat membuat hari-harimu lebih seru

Bukan dengan parasku

Tapi dengan perilakuku

Analogikan seperti itu

Dan aku ingin aku yang menggenggam hatimu

Maka kau akan pasti menggenggam hatiku

Karena kau tak akan mungkin bisa lepas dari aku

Bagaimanapun kamu berputar maupun berlari sejauh apapun

Kau selalu dan selalu ada dalam pengawasanku

Itulah bagaimana aku terpaksa harus terus bersamamu

Karena kita akan selalu bersatu

Izinkan aku untuk membantu mewujudkan mimpi-mimpimu

Bawa aku terbang jauh lebih tinggi diatas langit yang membiru

Maka kita akan merangkul awan dan memetik bintang dan membawanya jauh ke dalam dunia kita yang diselimuti senandung rindu

Menjaga diri bukan berarti pergi tanpa tahu ini-itu

Menjaga diri, menjaga hati, menjaga lisan, menjaga pandangan, itulah yang kau ajarkan padaku

Maukah kau untuk menjadi guruku selama waktu masih dan akan tetap menghantu?

Maukah kau untuk memelukku saat marah sedang mengejar rindu?

Ini memang tak menentu

Dan akan selalu berliku

Tapi aku tetap ingin bersamamu,

Man-with-a-cupid-in-your-eyes-and-diamond-in-your-soul



Girl-who-wants-to-enjoying-your-laugh,
-L-

 ♥, L.


Share:

Kamis, 31 Desember 2015

Tulisannya Ifa - 3

Unforgotable Moment in 2015

Jumat, 18 Desember 2015.

Pukul lebih kurang 6 a.m, saya, Ibu, dan Mas Izal berangkat ke stasiun untuk menghadiri undangan yang di adakan oleh Yeo's Indonesia dalam rangka memperingati Hari Ibu. Pukul 7.44 a.m kereta mulai berangkat dan akhirnya pukul 11.40 a.m sampai juga di Stasiun Gubeng, Surabaya. Kemudian lebih kurang pukul 4.30 p.m kami berangkat ke Hotel Santika Premiere, Gubeng, Surabaya, tempat diadakannya acara tersebut.
Saya dan Ibu sampai di hotel 15 menit kemudian. Dan as u know, kami tiba paling pertama. Setelah registrasi, foto di booth yang sudah di sediakan, menulis note untuk Ibu, dan membuat gambar siluet, kami memasuki ballroom tempat perhelatan acara Yeo's Indonesia Happy Mother’s Day. Ruangan masih kosong. Karena acara sebenarnya mulai pukul 6.30 p.m (setelah saya menanyakan kepada panitia).
 
Selesai sholat maghrib, saya dan Ibu kembali ke ballroom. Ternyata tempat duduk yang sudah kami tempati sewaktu kami tiba, sudah ditempati oleh pasangan ibu dan anak, dan juga dua anak laki-laki. “Mungkin ini juga finalisnya.” tebakku waktu itu. Kami mulai berkenalan dan berbincang. Ternyata pasangan ibu dan anak yang pertama (Mba Dwina Henti Rahmawati dan) berasal dari Surabaya. Dan dua anak laki-laki-yang akhirnya kuketahui bahwa mereka masih duduk di bangku kelas 3 SMA berasal dari Probolinggo (Fachmi Zacky dan temannya). Aku sempat bertanya-tanya mengapa ibu dari Fachmi tidak menghadiri acara ini. Namun aku mengurungkan niatku untuk menanyakan langsung padanya. Mungkin karena suatu hal sehingga beliau tidak dapat hadir.

Kemudian, tibalah dua pasangan lain. Yakni Mba Nurul Alvhiend dan temannya (berasal dari Situbondo. Mba Nurul bercerita bahwa dia berangkat dari Situbondo pukul 8 a.m dan sampai di Surabaya pukul 5 p.m betapa perjalanan yang sangat melelahkan), dan Mba Fitria Purisima dan ibu (berasal dari Surabaya dan akhirnya kuketahui Mba Fitria adalah teman dari Mba Dwina Henti). 
Acara selanjutnya adalah sambutan dari manager Yeo's Indonesia (p.s : koreksi saya kalau saya salah. Hehe) setelah sambutan selesai, dilanjutkan makan malam. Pukul 7.30 p.m acara dilanjutkan kembali. Pembagian door prize adalah acara selanjutnya. Beruntungnya, saya adalah salah satu yang beruntung mendapatkan doorprize. Hehe. Setelah itu, ini adalah acara intinya. Yaitu ditampilkannya video dari para finalis yang sudah lolos. Yakni video dari Mba Nurul (1), Mba Dwina Henti (2), Mba Fitria (3), saya (4), dan juga Fachmi Zacky (5).
Perasaan saya ketika video ditampilkan adalah malu, pengin keluar dari ruangan, takut, dan... pokoknya nano-nano. Hadirin diberikan kesempatan untuk memberikan suaranya dalam penentuan pemenang dari kontes video ini. Video selesai di putar dan sambil menunggu perhitungan suara, hadirin disuguhkan penampilan dari Cakra Khan. Ketegangan dari kami berlima sempat hilang. Namun hanya sementara. Karena setelah penampilan dari Cakra Khan, kami berlima beserta “pasangan” kami, diberikan kesempatan untuk maju ke depan.
Awalnya saya sama sekali tidak tegang, cemas, deg-degan, dan semacamnya. Namun saat disebutkan 3 terbaik dan saya adalah yang pertama disebutkan, rasanya seperti... ooh. Aku sulit untuk mengungkapkan bagaimana perasaanku. Kami bertiga (saya, Fachmi dan Mba Fitria) adalah tiga terbaik dari semuanya. Kemudian diumumkan pemenang ketiga. Saya mulai tegang, deg-degan. Saya menggenggam tangan ibu. “Video 3!” MC mengumumkan. Ooooh Allah... Mba Fitria. Dan tinggal saya dan Fachmi. Kami berdua pasrah dengan apa yang terjadi. MC semakin menyebalkan karena mengulur-ulur waktu yang menyebabkan saya dan Fachmi menjadi lebih tegang. Hadirin semakin riuh. Saya dan Fachmi rasanya pengin enyah. “Yang saya sebutkan adalah pemenang pertama!” MC mengumumkan lagi. Kemudian beberapa detik kemudian.... "VIDEO EMPAAAATT!!!!" Speechless. Tangan gemeteran, saya langsung memeluk Ibu. Beliau menangis. Mas Izal yang dibawah panggung pun menangis. Saya masih tidak percaya. Tidak sia-sia jauh-jauh dari Solo, bolos kuliah (jangan ditiru), akhirnya. Terimakasih Allah. Terimakasih Yeo's Indonesia. Terimakasih untuk semuanya yang sudah mendukung.
Selesai diumumkan pemenang dari video tersebut, pimpinan dari Yeo's menyerahkan secara simbolik hadiah yang kami dapatkan. (Dan momen tersebut di foto, tentu saja. Hehe) 

Saya, Ibu, dan 4 kontestan yang lain turun dari panggung dan kembali ke tempat kami semula. Kemudian salah satu kru dari Yeo's Indonesia menghampiri saya dan juga ibu untuk menyampaikan sedikit testimoni. Selesai saya menyampaikan testimoni dan ucapan terimakasih, tentunya kepada Yeo's Indonesia, crew dari MNC Channels menghampiri saya dan juga Ibu. Untuk menyampaikan hal yang sama. Bangga, senang, terharu semuanya campur-campur menjadi satu. Tidak pernah saya membayangkan bisa seperti ini. Alhamdulillah. 

Selesai wawancara dengan pihak Yeo's Indonesia dan juga MNC Channels, saya dan ibu kembali ke ballroom. Saat saya masuk ke dalam ruangan, ternyata sedang berlangsung sesi talkshow bersama Cakra Khan dan juga Ibu Povita (Senior Marketing and Corporate Manager PT YHS Indonesia). Mba Dwina Henti memberitahu saya bahwa saat saya sedang diwawancara, saya dan ibu dipanggil ke atas panggung untuk menjadi bagian dari pengisi acara. Tak berapa lama kemudian, (mungkin MC sudah mengetahui saya dan ibu sudah kembali) saya dan Ibu di panggil untuk naik ke atas panggung. Sama sekali tidak ada perasaan nervous. Yang ada hanyalah perasaan bahagia dan bangga bisa duduk bersama orang-orang hebat. Saat talkshow berlangsung saya diberikan banyak pertanyaan. Baik mengenai ibu, video yang saya buat, dan sebagainya.
Selesai talkshow, saya dan ibu kembali ke tempat duduk kami dan menikmati acara selanjutnya. Acara pada hari itu selesai pukul 9.30 p.m. Namun sebelum pulang, saya dan finalis lain menyempatkan untuk berfoto bersama. Mereka adalah orang-orang yang menyenangkan.


Saat itu adalah pengalaman yang sangat-sangat-sangat berharga bagi saya dan keluarga.
Terimakasih Surabaya telah menjadi saksi bisu perjalananku. :')


, L.
 p. s : photo credits to MNC Channels. Thankyou MNC to captured our moments ; Mas Izal ; and also Dek Elvin. ;)
Share:

Selasa, 22 Desember 2015

Tulisannya Ifa - 2


#AkuUntukIbu

Happy Mothers Day!

Tuesday, Dec 22 2015.
Dalam rangka memperingati hari ibu, saya akan menceritakan bagaimana ibu saya kepada kalian. Berbicara mengenai ibu. Siapa sih diantara kita yang tidak sayang dengan ibu? Pastinya tidak ada, bukan? Lalu jika kita sayang degan ibu, apa yang sudah kita lakukan untuk ibu? Prestasi? Materi? Atau apa? Pernahkah diantara kita menyakiti hati ibu? Sudahkah kita meminta maaf pada ibu atas segala kesalahan yang telah kita lakukan? Lalu sudahkah kita menjadi anak yang ibu dambakan?
Pendahuluan saya mungkin cukup sampai disitu.
Kembali ke topik awal. Ibu saya.
Umi-saya biasa memangil beliau. ‘m’ nya ngga dobel ya. Hehe- adalah wanita kelahiran Sragen, 8 Juni 1966. Bukankah banyak pemimpin negeri ini yang lahir pada tanggal tersebut? Soekarno dan Soeharto, misalnya. Dan Umi, adalah seorang pemimpin juga. Pemimpin bagi dirinya sendiri, dan juga pemimpin bagi keluarga. Bagaimana tidak beliau menjadi pemimpin keluarga? Bapak sudah meninggal 10 tahun lebih yang lalu. Tepatnya tanggal 5 Agustus 2005. 10 tahun bukan waktu yang sebentar pun mudah bagi seorang ibu untuk mendidik, membesarkan, merawat 4 orang anak sekaligus. Terkadang jika saya mengingat bagaimana perjuangan umi 10 tahun yang lalu, sampai sekarang, ingin rasanya saya protes kepada Allah kenapa harus umi yang menanggung ini semua. Namun seiring dengan berjalannya waktu, saya mulai mengerti mengapa Allah memberikan ini semua pada keluarga kami. Pada umi. Ini adalah karena Allah sayang dengan kami. Allah sayang dengan umi. Allah ingin mengangkat derajat keluarga kami. Allah ingin mengangkat derajat umi.
Terkadang saya ingin menangis jika umi bercerita tentang masa mudanya yang sudah ditinggal ibu-nenek saya- sewaktu masih di bangku sekolah. Hingga akhirnya umi harus mengurusi kakek, sendirian-karena saudara-saudara umi sudah berkeluarga. Dan hanya tinggal umi dan juga kakek-. Saya membayangkan jika saya berada di posisi umi saat itu. Betapa menderitnya saya. Betapa menyebalkannya hidup saya.
Sampai akhirnya umi berkeluarga, hingga kehilangan sesosok orang yang amat dicintainnya, bapak. Lalu semua harapan dalam hidupnya sirna. Cahaya yang ada dalam diri umi mulai meredup. Dengan segala perjuangan yang telah ia lakukan. Dengan segala tangisan yang telah ia kucurkan. Dengan segala doa-doa yang telah ia panjatkan kepada Allah agar diberikan kekuatan pada umi untuk menjalani hidup, untuk dapat mendidik keempat anaknya. Dengan segala fitnah yang telah orang-orang berikan pada umi. Dengan segala cobaan hidup yang membuat orang lain mungkin tidak akan mampu meembayangkan bagaimana ia seharusnya jika ia berada di posisi umi.
Jungkir balik umi menghadapi kerasnya hidup. Seperti yang telah saya katakan sebelumnya, umi, sejak beliau kecil, sampai saat ini, tidak pernah ia berhenti bekerja.
Sejak bapak meninggal, beberapa hari kemudian, umi  menjual kendaraan peninggalan bapak. Sebagai modal untuk memulai usaha. Mengingat umi hanyalah lulusan D1, dan saat bapak masih ada, umi tidak di izinkan untuk bekerja, maka mulailah umi dengan membuka sebuah toko. Lebih kurang satu tahun kemudian, jadilah toko yang menjual segala kebutuhan rumah tangga. –dengan umi sebagai orang yang menghandle-. Banyak sekali rintangan yang telah umi hadapi. Mulai dari di tipu orang, di fitnah, dan sebagainya yang membuat umi menjadi wanita yang sangat sangat sangat tegar luar biasa. Hampir empat setengah tahun usaha itu berjalan. Mulai banyak pesaing-pesaing yang berdatangan. Hingga akhirnya umi memutuskan untuk menutup toko tersebut. Segala perlengkapan yang ada di toko, di jual untuk membuka sebuah warnet yang saat itu masih booming. Hingga sampai sekarang warnet yang di kelola masih bertahan. Alhamdulillah.
Membesarkan empat orang anak selama sepuluh tahun sendirian. Dengan segala badai yang menghampiri umi, umi tetaplah umi yang tegar, yang sabar, yang hanya ingin dia saja yang menderita, yang penting jangan anaknya yang menderita. Dan akhirnya, membuat aku sadar bahwa selama aku hidup bersama umi, aku masih belum merasa berguna untuknya. Kadang ia berkata padaku bahwa dia mencintaiku, namun aku lebih mencintainya. Tapi bukankah rasa cintanya padaku lebih besar daripada rasa cintaku untuknya? Semoga saja rasa cinta kami satu sama lain sama-sama besarnya.
Terlepas dari itu semua, umi tak pernah menampakkan kesedihan, keresahan, ketakutan, dan segala hal yang mengancam kami pada keempat anaknya. Beliau tidak ingin anak-anaknya memikirkan hal-hal seperti itu. Biarlah ibunya yang merasakan. Jangan sampai anaknya mengerti tentang segala ketakutannya.
Saya masih ingat, jumat kemarin, sewaktu acara Yeo’s Happy Mothers Day, Cakra Khan menyanyikan lagu Bunda milik Melly Goeslaw. Umi memeluk saya. Umi mencium saya. Beliau menangis.
Hal yang saya dapatkan dari umi adalah beliau sama sekali tidak malu menjadi single parent, beliau tidak malu bekerja apapun asalkan itu halal, beliau tidak menggubris apa kata orang tentang dirinya, beliau akan malu jika anaknya menyimpang, jika anaknya melakukan hal yang mencoreng nama keluarga. Kelak saya ingin menjadi ibu seperti umi. Sabar, tegar, tanpa pamrih, selalu ingin anaknya lebih bahagia di banding dirinya, bisa mendidik anak-anaknya menjadi anak yang mandiri, lebih dewasa dari teman-temannya yang lain, lebih memahami apa arti hidup, lebih mensyukuri segala yang telah Allah berikan pada kita, meskipun hanya setetes air, lebih menghargai hidup, lebih menghargai orang lain, lebih memanfaatkan waktu yang telah Allah berikan ada kita semua.
Pada akhirnya, saya belum pernah melihat orang lain sehebat umi.
Dan saya juga yakin, kalian, yang membaca tulisan saya ini, belum pernah melihat orang lain sehebat ibu kalian.
Selamat hari ibu. Salam sayang dariku untuk ibu kalian.


♥, L.
Share:

Rabu, 09 Desember 2015

4

Ini bukan tentang pena yang ditinggalkan begitu saja oleh penulisnya.
Ini juga bukan tentang ­dompet yang tiba-tiba kehilangan isinya.
Ini adalah tentang pengorbanan.
Pengorbanan yang tidak dihargai.
Pencapaian yang sama sekali diabaikan.
Bahkan dilirik pun tidak.
Semuanya yang dilakukan hanya seperti angin lalu.
Tapi semuanya berbeda ketika dia mulai menyapaku. Apapun yang kulakukan terasa benar, meskipun sebenarnya salah. Munafik memang. Tapi aku bahagia. Bahagia bila dia memujiku. Bahagia ketika dia tersenyum padaku. Sesederhana itu. Aku memang mudah bahagia. Bila itu dengannya. Bahkan cacian pun terasa seperti pujian bila itu ia yang melakukannya. Ironis memang. Ya. Aku mengakuinya.
Tapi pengakuanku selalu salah dimatanya.
Pengakuanku tidak akan berarti jika itu padanya.
Lelah.
Tapi aku menikmatinya. Entah sampai kapan aku akan selalu begini. Ada yang tahu? Kurasa hanya Sang-Pemilik-Jagad-Raya-lah yang tahu tentang semuanya.
Ini bukan tentang induk merpati yang selalu memberi  makan anak-anaknya.
Ini juga bukan tentang semut yang selalu bersama.
Ini adalah tentang pengharapan.
Harapan yang sama sekali tidak bisa dijamah.
Harapan yang sama sekali tidak bisa dijadikan acuan untuk tetap bertahan hidup.
Tapi bukankah setiap orang berhak untuk berharap? Berharap tentang apapun. Walaupun kemungkinan terwujudnya harapan itu hanyalah nol koma sekian persen.
Termasuk ketika aku berharap untuk selalu bisa bersamamu. Dalam keadaan seperti apapun.
Bolehkah aku berharap Sang-Pemilik-Jagad-Raya-ini menyatukan kau dan aku kemudian menjadi kita lalu menjadi satu?
Bolehkah aku berharap hanya aku yang selalu bisa membuatmu tertawa semanis itu?
Bolehkah aku berharap hanya aku yang dapat melihat tangismu dan melepaskan semua penat dari dalam dirimu?
Karena aku hanya bisa berharap, maka aku akan selalu berharap.
Mungkin kau akan bertanya, “Mengapa tidak kau coba saja, berkata padanya bagaimana perasaanmu dari hati yang terdalam terhadapnya?”
Maka aku akan menjawab, “Siapalah aku dimatanya. Seperti yang penyair itu bilang, aku hanyalah sebuah partikel debu bahkan dimatanya pun aku tak terlihat. Sekecil itu. Walaupun dia “selalu bersama”ku, tetap saja aku dipandangnya seperti figuran dalam hidupnya. Bisakah aku menjadi pemeran utamanya?”
Tak apa aku akan seperti ini, asalkan dia tetap memujiku, asalkan dia tetap mencaciku, asalkan dia tetap tersenyum. Walaupun tidak tersenyum padaku.
Maka aku akan diam, memendam perasaan yang aku kubur lama-lama. Entah sampai kapan.
Maka aku akan berharap, mengharapkan sesuatu yang tak pasti.
Lalu, mungkin kau akan bertanya, “Kenapa tidak kau lupakan dirinya untuk mencintai orang lain?”
Lalu, maka aku akan menjawab, “Aku tidak yakin apakah ini cinta atau tidak. Karena aku tidak tahu apakah definisi cinta yang sebenarnya.”
Lalu aku berpikir tentang cinta.
Apa itu cinta?
Apakah sebuah tempat dimana kita bisa pulang kapan saja?
Apakah sebuah dimensi waktu dimana kita bisa mendapatkannya kapanpun?
Apakah sebuah aspek dimana kita bisa merasakan berbagai perasaan yang bercampur-campur?
Apakah sesosok makhluk yang bisa membuat diri ini tidak keruan?
Apakah sebuah sebab mengapa kita diciptakan berpasang-pasang oleh Sang-Pemberi-Cinta?
Ataukah ini sebuah alasan bagaimana individu-individu berjuang untuk hal yang tak pasti?
Yang jelas, apapun itu. Aku hanya ingin satu : bahagia.
Entah itu bersamanya atau tidak.
Entah itu disini atau disana.
Aku tak peduli.
Karena Dia telah menciptakan hal yang pasti akan membuatku sangat bahagia. Sangat amat bahagia. 




♥, L.
Share:

3

Senja membawaku ke ruang gelap yang tak ku kenal.
Menerobos celah-celah dinding hati yang jelas-jelas aku tutup teramat rapat.
Mempertemukanku dengan sosok yang tentu saja aku kenal.
Senja kembali mengingatkanku pada semua kenangan yang telah kita lalui.
Lalu dada ini terasa sesak.
Terhimpit kesedihan yang mendalam.
Mata ini berkobar.
Mengancam mengeluarkan cairan yang amat aku benci.
Lalu ruang gelap itu kemudian aku kenal.
Rindu.
Rindu yang membelenggu.
Maka senja berubah menjadi kerinduan yang sangat menyedihkan.
Sepuluh tahun begitu cepat sampai aku lupa bagaimana rasanya kehilangan.
Tenanglah disana.
Yang selalu merindukanmu disetiap senja datang, L.



(29 September 2015)




♥, L.
Share: